Aku ingat betul bagaimana sembilan Agustus menjadi saksi atas sebuah perjuangan. Bagaimana kamu secara tidak langsung memintaku untuk datang ke tempat dimana kamu akan dilepas pergi mendekati mimpi. Dimana hari itu seakan-akan mentari ikut mempersilahkanmu untuk melangkah menggapai mimpi. Dan untuk pertama kali aku menjadi perempuan terbahagia karena sudah diizinkan mengenal keluargamu dengan ketidaksengajaan. Terik Surabaya siang itu menjadi saksi bahwa ada perempuan yang sedang bersedih untuk sebuah kepergian.
Bersama orang tua dan keluargamu, aku mengantarkanmu ke gerbang ksatriaan. Semoga suatu saat tetap aku yang mendampingi segala keluh dan perjalanan panjangmu itu. Dan semoga empat tahun lagi tetap aku yang akan mengantarkanmu keluar gerbang ksatriaan menuju gerbang kehidupan yang lebih penuh tantangan. Namun tenang saja kita kan menghadapi tantangan-tantangan itu bersama, berdua. Aku yang tak akan meninggalkanmu walau hanya sekejap, dan kamu yang akan selalu ditemani oleh wanita sekeras aku dalam berjalan.
Setelah kepergianmu itu, aku menjadi wanita yang setiap hari cemas menunggu kabarmu. Tidak ada alat komunikasi yang kamu bawa. Dan sungguh itu sangat menyiksa hariku. Dua minggu berlalu dan tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh pesan singkat darimu. Dan setelah itu hampir setiap hari kamu dan aku saling berbagi kabar melalui percakapan singkat. Aku yang selalu antusias mendengar cerita kehidupanmu di asrama itu. Dan kamu yang selalu mengelak tatkala aku bilang rindu. Ah nampaknya terlalu indah untuk diceritakan.
Malam tigapuluh satu Agustus didalam kereta, percakapan singkat yang sangat menyentuh hati. Malam dimana keesokan hari adalah hari yang sangat menentukan. Pengumuman atas kerja kerasmu selama ini. Kamu memintaku memberikan kabar pengumuman esok kepada orang tuamu, dan aku yang membercandaimu bahwa aku kan mengenalkan diri sebagai calon menantu dari orang tuamu. Kamupun menertawai seperti biasa.
Malam itu, kamu dan aku saling memohon kepada sang Pencipta. Di waktu yang sama, namun ditempat dan keadaan yang berbeda. Merendahkan diri dihadapan Sang Kuasa, menyatukan doa yang sama. Aamiin paling serius.
Tigapuluh satu Agustus. Hari yang dinanti dengan penuh cemas. Sejak pagi aku sudah memantau sosial media dan web resmi itu. Namun belum saja ada kabar. Berjam jam aku menunggu dan mendoa sepanjang waktu. Dan sekitar pukul satu siang aku dikejutkan dengan pengumuman itu. Cepat-cepat aku membuka dan mencari namamu. Beku. Sungguh beku. Namamu terpajang dipengumuman itu sebagai salah satu CAPRA IPDN 2019 dari Jawa Timur. Alhamdulillah, MasyaAllah. Tak berhenti aku mengucapan syukur. Tangis sudah tak bisa diredam. Apresiasi luar biasa atas keberhasilanmu ini.
Mari kita melanjutkan mimpi besar ini. Aku dengan mimpiku, dan kamu dengan mimpimu. Kita kan selalu seperti ini, mendoa dan berjuang sepenuh hati. Dan sungguh, pada akhirnya mimpi terbesarku adalah menjadi bagian dari mimpimu. Dan pasti, aku selalu melibatkan kamu dalam setiap mimpiku.