Selasa, 13 Agustus 2019
Tentang Sebuah Keyakinan
Ini tentang keyakinan tentang kegoisan dan tentang ketidakberdayaan. Biarlah waktu yang menjawab. Kita berjalan semampu kita bisa.
Tiga tahun bukanlah waktu singkat untuk memperjuangkan rasa, menepis goda, mempertahankan ego dan keyakinan. Ini adalah sebuah keyakinan besar dimana harapan tertuju pada satu titik yang tak bisa digantikan dengan apapun. Namun keyakinan ini terlalu besar bila hanya dikalahkan oleh rasa sakit. Bertahan dalam kediaman adalah menyakitkan. Namun aku suka bila itu tentangmu.
Tiga tahun yang penuh liku. Hanya sapa dan tak ada obrolan. Kita sama sama diam. Entah aku yang pemalu atau memang kamu tidak peka. Selalu terngiang bahwa kamu terlalu baik untuk aku yang begini. Namun sungguh keyakinan dan rasa ini terlalu besar. Dan demi sebuah keegoisan untuk bersama, aku rela menunggu walau tanpa temu.
Dan tiga tahun rasanya terbayar sempurna dengan obrolan itu. Dan masih terngiang untuk pertama kali kita beradu cakap lewat telepon dini hari sebelum keberangkatanmu merantau. Diskusi tentang mimpi, harapan, dan sebuah komitmen.
Kita berdiskusi tentang harapan setelah lulus pendidikan. Kamu yang tak menginginkan pendamping hidupmu bekerja, dan aku yang kekeh untuk berkarya walau didalam rumah. Katamu wanita lebih baik dirumah saja, mengajar anak-anak mengaji, menjadi madrasah pertama dikehidupan anak-anak. Kataku, aku ingin berproses selama di ibukota ini. Aku ingin menjadi wanita seperti hakikat wanita sebenarnya. Namun tetap saja tak semua visi misi kita sama. Ada beberapa poin yang membedakan kita. Namun selalu saja aku meyakinkan diriku bahwa untuk bersama tak harus sama.
Dan masih teringat kamu dan aku berjanji akan berproses sebaik kita bisa. Menjadi wanita dan lelaki terbaik dalam porsi kita masing-masing. Kataku aku berjuang untukmu dan sampai waktu yang menjawab semua. Kita berjanji tak akan pernah menyesali pertemuan ini, perkenalan ini. Biarkan rasa ini yang menjadi saksi bahwa pernah ada seorang perempuan yang telah memperjuangkanmu sekeras ini.
Selagi kita mampu, mari berproses mari memperbaiki diri. Entah suatu saat kita kan bersama ataupun tidak. Namun semampuku kan berjuang demi keyakinan itu. Kita hanya terpaut jarak, tak masalah. Katamu, doa kan saja bila aku rindu. Kataku, aku selalu mendiskusikanmu dengan Sang Pencipta.
Aku ingat betul malam itu kamu berusaha menghiburku yang tengah bersedih karena melepasmu. Beratus kilometer dari tempatku berpijak. Dan tanpa media untuk komunikasi. Memang berat. Dan sungguh betapa tangis mengalir tatkala kamu memintaku menyanyikan sebuah lagu untukmu.
"Pergilah kasih kejarlah keinginanmu, selagi masih ada waktu. Jangan hiraukan diriku. Aku rela berpisah demi untuk dirimu. Semoga tercapai segala keinginanmu."
Air mata tumpah begitu saja. Mengalir begitu hebatnya. Malam itu, dengan alunan lagu Pergilah Kasih, Hanya Rindu, dan Cinta Luar Biasa.
Kepada tatap dan rasa itu semoga ada cahaya yang mengantar pada segala angan malam itu dengan berjuta harap tentang kebersamaan dan atas mimpi yang telah dirancang semoga kamu dan aku mampu berproses untuk satu cita kita.
keyakinan tentang kegoisan dan tentang ketidakberdayaan. Biarlah waktu yang menjawab. Kita berjalan semampu kita bisa.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar