Aku ingin sekali lagi mengenangmu dalam tulisan. Namun kali
ini nampaknya ada keraguan dalam diri ketika kata demi kata mulai tertulis. Nampaknya
aku ingin mengadukan banyak tentangmu, namun pada dirimu sendiri. Apa kau bersedia
melanjutkan membaca tulisanku kali ini? Antara kamu, dan keraguanku.
Terkadang hati ingin berontak. Ketika hati dan logika sudah
tak sejalan lagi. Beribu tanya menghantui, apakah kali ini waktu yang tepat untuk
mengikhlaskan? Lalu siapa yang akan memastikan bahwa kamu terjaga dan baik-baik
saja? Apakah ia yang kini tengah mengisi harimu bersedia menjadi penghibur kala
dukamu? Apakah ia mampu menerangi gelapmu?
Aku tak berjanji kan selamanya ada disini. Namun untuk saat ini
dan entah sampai kapan, selama aku masih mampu, aku kan tetap disini. Percayalah.
Percayalah kau tak pernah sendiri. Percayalah aku masih disini dengan rasa yang
utuh, tak berkurang sama sekali.
Akulah pundak dan tangan yang selalu siap menopangmu. Akulah
hati yang dengan tulus mencurahkan doa terbaik untukmu. Akulah kaki yang kan bejalan mendampingi perjalananmu. Mari berjalan menggapai segala cita dan cinta. Walau pada
akhirnya aku berjalan untukmu, dan kamu berjalan untuknya. Aku tak pedulu. Karena
ketulusanku terlalu besar bila harus dikalahkan dengan egoku.
Terkadang logika memaksa untuk melepas. Namun hati selalu
memintanya bersabar. Hati percaya bahwa kesabaran kan berujung indah. Penantian
kan berujung pertemuan. Namun bukankah hati berjanji kan menunggu tanpa
berharap kebersamaan?
Kuminta kau tuk menguatkanku satu kali ini saja. Yakinkan
aku bahwa aku miliki hati yang luas untuk menerima segala kenyataan. Yakinkan
aku bahwa kau orang yang tepat kunanti. Atau
yakinkah aku bahwa kau tengah berbahagia dengannya. Yakinkan aku bahwa kau tak
membutuhkanku. Yakinkan aku bahwa ia yang terbaik menurutmu.
Dari aku, dengan luka