Sabtu, 23 November 2019

Sebelum Jauh

Terbuka begitu saja
Oleh suatu rasa yang harusnya tak ada
Harusnya aku tak begini
Namun seseorang itu berbeda
Ia miliki hati yang lebih luas dari yang kukenal
Ia miliki jiwa yang lembut
Tutur katanya menenangkan
Geriknya menyenangkan
Selalu menebarkan tawa
Mengorbankan segala asa
Mengorbankan dirinya

Ah namun cukuplah 
Aku hanya kan mengagumi
Cukuplah begini
Aku miliki harap yang telah kurancang
Ia pun begitu
Hati kita milik yang lain
Tak kan ada rasa antara kita

Mencoba berhenti sebelum jauh
Karena kutahu akan menyakitkan
Dan kau pun menyakitkan
Aku tak ingin ada luka
Biarlah tetap begini
Berjarak saja

Tetaplah kamu mengagumkan
Tetaplah menebar tawa
Semoga kebaikan selalu bersamamu
Kumohon tetaplah berbahagia

Tertulis dengan iringan Aamiin Paling Serius, dini hari.

Sabtu, 31 Agustus 2019

Menjadi Bagian Mimpi

Aku ingat betul bagaimana sembilan Agustus menjadi saksi atas sebuah perjuangan. Bagaimana kamu secara tidak langsung memintaku untuk datang ke tempat dimana kamu akan dilepas pergi mendekati mimpi. Dimana hari itu seakan-akan mentari ikut mempersilahkanmu untuk melangkah menggapai mimpi. Dan untuk pertama kali aku menjadi perempuan terbahagia karena sudah diizinkan mengenal keluargamu dengan ketidaksengajaan. Terik Surabaya siang itu menjadi saksi bahwa ada perempuan yang sedang bersedih untuk sebuah kepergian.

Bersama orang tua dan keluargamu, aku mengantarkanmu ke gerbang ksatriaan. Semoga suatu saat tetap aku yang mendampingi segala keluh dan perjalanan panjangmu itu. Dan semoga empat tahun lagi tetap aku yang akan mengantarkanmu keluar gerbang ksatriaan menuju gerbang kehidupan yang lebih penuh tantangan. Namun tenang saja kita kan menghadapi tantangan-tantangan itu bersama, berdua. Aku yang tak akan meninggalkanmu walau hanya sekejap, dan kamu yang akan selalu ditemani oleh wanita sekeras aku dalam berjalan.

Setelah kepergianmu itu, aku menjadi wanita yang setiap hari cemas menunggu kabarmu. Tidak ada alat komunikasi yang kamu bawa. Dan sungguh itu sangat menyiksa hariku. Dua minggu berlalu dan tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh pesan singkat darimu. Dan setelah itu hampir setiap hari kamu dan aku saling berbagi kabar melalui percakapan singkat. Aku yang selalu antusias mendengar cerita kehidupanmu di asrama itu. Dan kamu yang selalu mengelak tatkala aku bilang rindu. Ah nampaknya terlalu indah untuk diceritakan.

Malam tigapuluh satu Agustus didalam kereta, percakapan singkat yang sangat menyentuh hati. Malam dimana keesokan hari adalah hari yang sangat menentukan. Pengumuman atas kerja kerasmu selama ini. Kamu memintaku memberikan kabar pengumuman esok kepada orang tuamu, dan aku yang membercandaimu bahwa aku kan mengenalkan diri sebagai calon menantu dari orang tuamu. Kamupun menertawai seperti biasa.

Malam itu, kamu dan aku saling memohon kepada sang Pencipta. Di waktu yang sama, namun ditempat dan keadaan yang berbeda. Merendahkan diri dihadapan Sang Kuasa, menyatukan doa yang sama. Aamiin paling serius.

Tigapuluh satu Agustus. Hari yang dinanti dengan penuh cemas. Sejak pagi aku sudah memantau sosial media dan web resmi itu. Namun belum saja ada kabar. Berjam jam aku menunggu dan mendoa sepanjang waktu. Dan sekitar pukul satu siang aku dikejutkan dengan pengumuman itu. Cepat-cepat aku membuka dan mencari namamu. Beku. Sungguh beku. Namamu terpajang dipengumuman itu sebagai salah satu CAPRA IPDN 2019 dari Jawa Timur. Alhamdulillah, MasyaAllah. Tak berhenti aku mengucapan syukur. Tangis sudah tak bisa diredam. Apresiasi luar biasa atas keberhasilanmu ini.

Mari kita melanjutkan mimpi besar ini. Aku dengan mimpiku, dan kamu dengan mimpimu. Kita kan selalu seperti ini, mendoa dan berjuang sepenuh hati. Dan sungguh, pada akhirnya mimpi terbesarku adalah menjadi bagian dari mimpimu. Dan pasti, aku selalu melibatkan kamu dalam setiap mimpiku.

Selasa, 13 Agustus 2019

Tentang Sebuah Keyakinan


Ini tentang keyakinan tentang kegoisan dan tentang ketidakberdayaan. Biarlah waktu yang menjawab. Kita berjalan semampu kita bisa.



Tiga tahun bukanlah waktu singkat untuk memperjuangkan rasa, menepis goda, mempertahankan ego dan keyakinan. Ini adalah sebuah keyakinan besar dimana harapan tertuju pada satu titik yang tak bisa digantikan dengan apapun. Namun keyakinan ini terlalu besar bila hanya dikalahkan oleh rasa sakit. Bertahan dalam kediaman adalah menyakitkan. Namun aku suka bila itu tentangmu.

Tiga tahun yang penuh liku. Hanya sapa dan tak ada obrolan. Kita sama sama diam. Entah aku yang pemalu atau memang kamu tidak peka. Selalu terngiang bahwa kamu terlalu baik untuk aku yang begini. Namun sungguh keyakinan dan rasa ini terlalu besar. Dan demi sebuah keegoisan untuk bersama, aku rela menunggu walau tanpa temu.

Dan tiga tahun rasanya terbayar sempurna dengan obrolan itu. Dan masih terngiang untuk pertama kali kita beradu cakap lewat telepon dini hari sebelum keberangkatanmu merantau. Diskusi tentang mimpi, harapan, dan sebuah komitmen.

Kita berdiskusi tentang harapan setelah lulus pendidikan. Kamu yang tak menginginkan pendamping hidupmu bekerja, dan aku yang kekeh untuk berkarya walau didalam rumah. Katamu wanita lebih baik dirumah saja, mengajar anak-anak mengaji, menjadi madrasah pertama dikehidupan anak-anak. Kataku, aku ingin berproses selama di ibukota ini. Aku ingin menjadi wanita seperti hakikat wanita sebenarnya. Namun tetap saja tak semua visi misi kita sama. Ada beberapa poin yang membedakan kita. Namun selalu saja aku meyakinkan diriku bahwa untuk bersama tak harus sama.

Dan masih teringat kamu dan aku berjanji akan berproses sebaik kita bisa. Menjadi wanita dan lelaki terbaik dalam porsi kita masing-masing. Kataku aku berjuang untukmu dan sampai waktu yang menjawab semua. Kita berjanji tak akan pernah menyesali pertemuan ini, perkenalan ini. Biarkan rasa ini yang menjadi saksi bahwa pernah ada seorang perempuan yang telah memperjuangkanmu sekeras ini.

Selagi kita mampu, mari berproses mari memperbaiki diri. Entah suatu saat kita kan bersama ataupun tidak. Namun semampuku kan berjuang demi keyakinan itu. Kita hanya terpaut jarak, tak masalah. Katamu, doa kan saja bila aku rindu. Kataku, aku selalu mendiskusikanmu dengan Sang Pencipta.

Aku ingat betul malam itu kamu berusaha menghiburku yang tengah bersedih karena melepasmu. Beratus kilometer dari tempatku berpijak. Dan tanpa media untuk komunikasi. Memang berat. Dan sungguh betapa tangis mengalir tatkala kamu memintaku menyanyikan sebuah lagu untukmu.

"Pergilah kasih kejarlah keinginanmu, selagi masih ada waktu. Jangan hiraukan diriku. Aku rela berpisah demi untuk dirimu. Semoga tercapai segala keinginanmu." 

Air mata tumpah begitu saja. Mengalir begitu hebatnya. Malam itu, dengan alunan lagu Pergilah Kasih, Hanya Rindu, dan Cinta Luar Biasa.

Kepada tatap dan rasa itu semoga ada cahaya yang mengantar pada segala angan malam itu dengan berjuta harap tentang kebersamaan dan atas mimpi yang telah dirancang semoga kamu dan aku mampu berproses untuk satu cita kita.
 keyakinan tentang kegoisan dan tentang ketidakberdayaan. Biarlah waktu yang menjawab. Kita berjalan semampu kita bisa.

Selasa, 16 Juli 2019

Pilihan Hati

Malam semakin larut, dan rindu semakin berdebar. Mengenang setiap detik yang bercerita tentang kita. Mengenang setiap sudut kota yang menjadi pijakan temu, antara kamu dan aku. Mengingat masa sekolah yang menjadi saksi kelucuan rasa. Mati rasa tatkala berjumpa, beku. Biasa saja, katamu. Namun sungguh saat itu kutak bisa. Dan mungkin hingga kini.

Seorang gadis delapan belas tahun yang sedang menghabiskan waktu malamnya untuk mengenang, dan mencinta.  Berusaha selalu ada walau tak selalu disisi. Berusaha menemani walau terpaut jarak. Mendo'akan segala kebaikan untukmu. Lelaki yang sering ia jumpai setelah dhuha dimasjid sekolah. Namun kini tak ada temu seperti saat itu. Memelukmu dalam doa mungkin adalah cukup. Menyampaikan segala rasa dan rindu melalui tulisan adalah obat terbaik tatkala rindu bergejolak.

Beginilah cinta bekerja. Tak tahu waktu tak tahu aturan. Ia pikir mudah memendam rasa sendiri. Mencintai seseorang yang telah menitipkan hati pada hati lain. Berusaha menghapus lara sendiri. Ia tak pernah tahu, dan tak akan mau tahu.

Dengarkan aku sebentar saja.
Kamu adalah hadiah terindah yang Tuhan beri.
Betapa kehadiranmu telah merubah hidup seorang wanita sepertiku. Menjadi wanita yang selalu berusaha memperbaiki hati, memantaskan diri. Menjadi wanita kokoh yang bersikap keras dalam berjuang. Memperjuangkanmu apalagi. Tak peduli berapa sakit yang telah kau cipta. Tak peduli siapa yang kamu pilih untuk menitipkan hati. Percayalah, aku selalu ada untuk menjadi tempatmu pulang.

Ah namun cinta adalah pilihan. Dan aku tetap memilih disini. Dan kamu adalah pilihanku. Bagaimanapun keadaanmu, bagaimanapun hatimu, bagaimanapun rasamu padanya, aku tetap memilih kamu. Biar waktu yang menjawab. Biar waktu yang membuktikan betapa rasa ini sangat tulus. Tak akan ada cinta lain. Tak akan ada rasa lain. Percayalah. Karena kamu adalah jawaban atas segala doa. Semoga semesta selalu menjagamu. Sekali lagi, rasaku utuh untukmu.

Minggu, 07 Juli 2019

Mati Rasa Oleh Rasa yang Tak Pernah Hidup


Mencoba mencari celah agar sinar bisa menerangi
Mencoba mencari alasan tuk membuka mata dan hati
Memang belum saatnya ku berhenti
Memang sebuah keikhlasan sedang diuji
Meratap tangis sendiri disudut kamar ini
Inginku mengadu padamu
Betapa ketidak sengajaanmu telah membuat rapuh seorang wanita
Hari ini kau telah membuatku mati rasa
Tak ada tawa tak ada cahaya
Aku hanya butuh hadirmu untuk saat ini
Sekedar sapaan atau definisi rindu
Atau sekedar pengingat untuk berwudhu
Aku inginkan tanganmu menopang jatuhku kali ini
Aku inginkan telingamu untuk segala keluhku malam ini
Mungkin aku memang egois
Mengatakan ikhlas pada seluruh dunia
Namun dalam hati tak sanggup menerima lara
Kau pun tak perlu menerka
Mengapa malam ini aku berbeda
Tentu kau tahu jawabnya
Aku hanya sedang mengobati sendiri segala lara
Agar kamu tak kena imbasnya
Mungkin cukuplah sakit untuk hari ini
Agar kusegerakan pulih untukmu
Dan kembali mencintai dirimu, kembali

Jumat, 05 April 2019

Pamit



Nampaknya tangis sudah tak bisa mewakili
Bahkan air mata pun tak bisa tumpah lagi
Apa ini sebuah akhir dari kesabaran
Apakah ini sebuah jawaban atas penantian
Mungkin Tuhan sengaja menjatuhkanku begitu dalam
Agar aku menyadari satu hal
Yaitu tak sepatutnya aku menanti
Menjadi wanita bodoh yang diam saja
Diam tatkala tersakiti
Dan tetap mendoa untuk kebaikannya

Aku tak tahu lagi dengan cara apa agar hatimu terbuka
Sedikit saja untuk melihatku
Perempuan yang kini rapuh
Atau justru inginmu begini
Tenang dan tetaplah berbahagia
Doakan saja agar aku diberi kekuatan
Dan hati yang luas tentunya

Terkadang aku berfikir
Sadarkah kamu bahwa perlakuanmu menancapkan sakit yang teramat
Ah tapi ini bukan salahmu
Tetap saja aku yang salah
Tak seharusnya rasa ini hadir, untukmu
Tak seharusnya memang

Dan kini aku hanya menginginkanmu sebagai teman
Teman satu angkatan dengan almamater yang sama
Tak lebih dari itu
Kita hanyalah dua orang asing
Agar tak ada luka lagi yang tercipta
Biarlah kamu bahagia dengan duniamu
Dan biarlah aku bahagia dengan perjalanan melupakan
Memang seharusnya begini

Kumohon tetaplah menjadi orang baik
Jangan ada lagi hati yang terluka
Cukup aku

Rabu, 03 April 2019

Dariku Untuk Kamu




Musim kelulusan akan tiba. Itu berarti tak akan ada lagi senyummu di pagiku. Tak akan ada lagi aku yang memperhatikanmu tengah bermain volly dilapangan depan kelasmu. Tak ada lagi aku yang diam-diam melihatmu melalui jendela kelasku. Tak ada lagi aku yang senang kala mendengar alunan kitab suci tengah kau baca. Tak ada lagi aku yang menyesal karena tidak sholat kala kamu yang menjadi imam. Dan tak ada lagi perjumpaan setelah sholat dhuha. Mungkin masih banyak lagi ke-diam-an antara aku kepadamu disekolah ini. Ah nampaknya ini terlalu cepat.

Selain perpisahan dengan kawanku yang menyakitkan, perpisahan denganmu memang tak kalah menyakitkan. Nampaknya ada yang kurang dari hariku. Nampaknya memang tak seistimewa putih abuku. Kamu dan aku akan melanjutkan mimpi masing-masing. Hidup dinegeri orang yang asing untuk kita. Menemukan kehidupan lain yang kan membentuk jiwa kita. Namun tenang saja doaku kan selalu menyertaimu.

Nampaknya aku ingin menuliskan surat untuk Bulan, agar disampaikan olehmu. Kira-kira begini isinya:

“Untuk kamu yang saat ini tengah berjuang
Semoga Allah selalu melindungi kamu
Semoga Allah selalu menguatkan pundakmu
Semoga kamu miliki hati yang luas dan ikhlas
Kamu tak sendiri dalam berjuang
Ada aku, dan orang-orang yang menyanyangimu
Dan jikalau kamu kan merantau ke negeri orang
Jaga dirimu baik-baik
Ada aku disini menunggu
Hingga hari dimana pertemuan menjelaskan semua
Tentang kekhawatiran, tentang cinta, dan tentang perjuangan
Bahwasanya hidup tak selalu tentang kamu dan aku,
Namun juga mereka
Semoga kita bisa menjadi insan berguna, untuk orang lain.
Aku menunggumu”

:)

Jumat, 01 Februari 2019

Untuk Kamu, 4307

Nampaknya sudah dua tahun lebih sejak Desember 2016 kamu menjadi satu-satunya terkasih yang selalu ku damba. Yang selalu kukagumi dan selalu kusebut dalam permohonanku pada sang pencipta. Kamu indah dan kan selalu begitu.

Ketika tangan terlalu berat untuk menulis tentangmu, ketika hati terlalu rapuh untuk mengungkapkan keretakannya. Ketika rindu memuncak begitu saja. Ketika rasa ingin memiliki menjadi sebuah keegosian. Ketika rasa pedih menghantui relung hati. Namun hal itu kan terkalahkan dengan kerendahan hati dan keikhlasan untuk mencinta. Karena sejatinya cinta adalah tentang keikhlasan dan kesabaran.

Aku ingin menjadi temanmu saja. Aku ingin selalu didekatmu ketika kau terjatuh. Aku ingin menjadi satu-satunya teman yang kan memberi pundak kala kau butuh sandaran. Aku ingin menjadi satu-satunya teman yang setia mendengarkan keluh kesahmu. Atau bahkan mendengarkan ceritamu tentang wanita yang kini tengah kau puja. Aku ingin selalu didekatmu. Walaupun hanya dikala rapuhmu. Dan aku berjanji tak akan ada kisah romansa antara kita. Karena aku ingin mencintaimu dengan dewasa, yang tak menyalahkan aturan-Nya.

Tak mengapa berbahagialah disana bersamanya. Aku pun turut bahagia karenamu dan dia yang bahagia. Namun izinkan aku selalu disini atas segala penantian. Jika kau memintaku untuk meninggalkan, sudah pasti aku tidak bisa. Biar waktu yang kan menjawab teka teki ini.

Telah lama tak menulis tentangmu bukan berarti aku berhenti mencintaimu. Nampaknya banyak kisah yang ingin kuceritakan padamu. Namun kau pasti akan bosan pada cerita-ceritaku. Aku hanya ingin kamu dan aku berada pada hari dimana kita bisa saling bercerita, saling berbagi kekonyolan, berbagi cerita tentang mimpi, cita-cita, atau tentang cinta. Aku yang mencintaimu, dan kamu yang mencintainya. Pasti akan terjadi obrolan yang menyenangkan. Namun bagaimana hal itu bisa terjadi jika bertemu denganmu saja aku mendadak beku.

Rasanya ingin membunuh segala rasa yang menurutmu percuma dan membuang-buang waktu ini. Dan sudah jelas katamu kau tak menyukaiku. Tapi tenanglah, aku tak meminta kamu menyukaiku. Cukup kamu membiarkanku mencintaimu, adalah hal terindah yang kau beri untukku. Namun sungguh aku pun ingin melepaskan rasa yang menyiksa ini. Namun tak sekalipun aku berhasil walaupun telah kucoba dengan berbagai macam cara.

Maaf atas segala rasa yang berlebihan. Atas segala rindu yang kusimpan sendiri. Atas segala pengharapan yang seharusnya tak pernah ada. Atas segala penantian yang membuatmu merasa terganggu. Aku hanya ingin menjadi temanmu.



Kamu, nomor terakhir 4307